Sabtu, 06 Desember 2014

Muslimah Shalehah



Muslimah bersahaja,....
Hatimu bertaburan zikir dan doa
Berhijab malu dan takwa
Kau jadikan ilmu dan iman sebagai mahkota
Keberadaanmu membawa ketentraman
Seperti kedipan matamu adalah kedamaian
Tebarkan amal di setiap kesempatan
Senyum salam kesantunan

Bermake-up akhlakulkarimah
Berparfum uswatunhasanah
Berkalung butiran-butiran istikamah
Melangkah pasti pada tauhid dan akidah
Dengan payung Dinulislam
Kan jadi pelindung dari panasnya api neraka
Subhanallah, Alhamdulillah, Allahhu Akbar,...
#KMBDD-Umi Salamah

Kisah Syahidnya Sayyidina Anas bin Nadhar Radhiyallahu ‘anhu



            Sayyidina Anas bin Nadhar Radhiyallahu ‘anhu adalah seorang sahabat Baginda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam yang tidak bisa menyertai perang Badar. Ia sangat menyesal dan sering mencelad dirinya sendiri, “ini peperangan besar pertama dalam sejarah islam, dan kamu tidak bisa ikut?” keinginan dia adalah, “jika ada peperangan lagi, aku akan berkorban habis-habisan sebagai tebusannya.” Ternyata kesempatan itu datang pada Perang Uhud. Ia turut serta sebagai pejuang yang gagah berani.
            Pada mulanya Kaum Muslimin telah mendapat kemenangan dalam perang tersebut. Namun, karena suatu kekhilafan, Kaum Muslimin menderita kekalahan pada akhir perang. Kekhilafan itu bermula dari beberapa orang sahabat Radhiyallahu ‘anhu yang ditugaskan oleh Baginda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menjaga di suatu tempat yang khusus. Baginda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam berpesan, “Sebelum ada perintah dari aku, jangan tinggalkan tempat ini! Musuh dapat menyerang dari sini.”
            Ketika permulaan perang, Kaum Muslimin memperoleh kemenangan. Melihat orang-orang kafir melarikan diri, para sahabat Radhiyallahu ‘anhu yang ditugaskan menjaga tempat itu, meninggalkan tempatnya. Mereka beranggapan bahwa peperangan telah selesai, sehingga orang-orang kafir harus dikejar dan harta rampasan dapat dikumpulkan. Sebenarnya pimpinan pasukan penjaga ini sudah melarang dan mengingatkan pesan Baginda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, “Kalian jangan meninggalkan tempat ini!” Akan tetapi, mereka menduga perintah Baginda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam itu hanya berlaku ketika perang berlangsung. Oleh karena itu, merekapun turun dari sana.
            Saat itulah pasukan kafir yang sedang melarikan diri itu melihat tempat itu telah kosong. Mereka segera kembali dan menyerang Kaum Muslimin dari arah sana. Hal ini sama sekali tidak diduga oleh Kaum Muslimin, sehingga mereka terdesak karena serangan tiba-tiba itu dan terjepit di antara dua kepungan orang-orang kafir. Karena itulah mereka berhamburan kesana-kemari dalam keadaan panik.
            Sayyidina Anas bin Nadhar Radhiyallahu ‘anhu melihat Sayyidina Sa’ad bin Mu’adz Radhiyallahu ‘anhu datang dari arah depan. Sayyidina Anas Radhiyallahu ‘anhu berkata, “Hai Sa’ad, mau ke mana engkau? Demi Allah, aku mencium bau surga datang dari arah Uhud!” Setelah berkata demikian, ia mengacungkan pedang di tangannya dan merangsek ke tengah kaum kafir, denga bertekat tidak akan kembali sebelum syahid. Selepas kesyahidannya, tubuhnya diperiksa sudah rusak. Terdapat lebih delapan puluh luka akibat tebasan pedang dan panah ditubuhnya. Hanya saudara wanitanya yang dapat mengenalinya melalui ujung jari-jari tanganya.

Faidah
            Orang yang ikhlas dan bersungguh-sungguh menunaikan perintah Allah Subhaanahu Wata’ala, ketika di dunia pun Allah Subhaanahu Wata’ala memberinya kesempatan untuk merasakan nikmatnya surga. Inilah kisah Sayyidina Anas bin Nadhar Radhiyallahu ‘anhu yang telah mencium harum surga saat masih hidup. Jika keikhlasan sudah tertanam pada diri seseorang nikmat surga itu pun akan dirasakan di dunia.
Sumber: Kitab Fadillah Amal (Syaikhul Hadits Maulana Muhammad Zakariyya Al-Kandahlawi Rah.a)

Jumat, 05 Desember 2014

Mengobati Hati Resah yang Belum Menikah



Seorang gadis...
Cantik akhlaknya, lembut jiwanya, halus pekertinya.
Duduk terdiam penuh kebimbangan
Ada ketakutan menyelimuti jiwanya
Ada kekhwatiran membayangi langkah hidupnya
Ada asa yang terpendam di lubuk hatinya
Ada rasa yang membungkus kedalam nuraninya

Saat ini sang gadis ragu harus bagaimana
Hingga diusia dewasanya kini
Tak kunjung tiba jejaka yang melamarnya
Tiada pula tanda-tanda seorang laki-laki yang meliriknya
Benarkah jodoh begitu mustahil baginya,..

Sang gadis menerawangi langit jingga
Ia bertaya pada langit

Sang gadis: “Wahai langit,..
Akankah aku bisa seperti Hawa, menjadi luahan cinta bagi seorang Adam yang kesepian di taman surga?”
Langit: “Hawa terlahir untuk mengisi ruang cinta sang Adam.
Bukankah lahirnya engkau ke dunia ini untuk mengisi ruang cinta generasinya Adam.”
Sang gadis: ”Jika begitu, adakah peluang untukku menjadi seperti Hajar yang setia mendukung perjuangan Ibrahim?”
Langit: ”Tentu! Asalkan kau mau mendidik dirimu untuk setia pada kebenaran Tuhanmu.”
Sang gadis: ”Bagaimana bila aku ingin seperti Zulaikha yang tunduk pada rasa khauf si tampan Yusuf kepada Allah ta’ala.”
Langit:”Wahai sang gadis,..
Kau bisa seperti Zulaikha, jika engkau berani mengakui kesalahanmu ketika kau melakukan dosa dan bersegera menuju pintu taubat untuk memasuki istana kesholihan yang hakiki.”
Sang gadis: ”Jika boleh aku ingin seperti Balqis ratu yang hebat itu.”
Langit: ”Boleh, karena Balqis tidak tunduk pada harta, takhta dan mahkota yang dia miliki namun Balqis tunduk dan beriman kepada Robb yang disembah oleh raja Sulaiman.”
Sang gadis: ”Kalau seperti Bunda Khodijah? Bisakah aku seperti dirinya?”
Langit: ”Sungguh,...kau ingin seperti dirinya?”
Sang gadis: ”Iya! Aku ingin seperti dirinya.”
Langit: “ Milikilah kesabaran yang tak bertepi seperti yang kau ketahui betapa Khodijah begitu sabar mendampingi Muhammad. Khodijah korbankan segalanya untuk menyokong perjuangan suci sang suami Rasul mulia. Jika Rasul kesepian dialah yang menemani, jika Rasul pergi untuk berdakwah dia pula yang memotivasi, memakaikan untuk Baginda baju putih berseri, mengharumi pakaian Rasul dengan parfum terbaik. Dan tahukah engkau bagaimana keadaan Rasul ketika pulang dari berdakwah. Khodijah menatap sedih, wajah suci sang Rasul kini berlumuran darah, baju  putihpun berganti merah, wangi parfum berubah menjadi bau amis darah. Namun Khodijah tetap tabah dan yakin untuk selalu mendampingi Baginda hingga jasad terpisah dari raganya. Nah,..wahai sang gadis cukup seperti itu caramu agar dapat seperti Khodijah.”

Gadis itu terdiam sejenak, tundukan wajahnya karena malu.
Bulir mutiara kelembutan rasanya terjatuh melewati pelupuk mata,perlahan dan semakin deras membasahi pipinya.
Gadis itu mulai menyadari,..
Ia mulai mengerti apa yang mesti ia perbuat,..
Kini ia memahami mengapa Adam, Ibrahim, Yusuf, Sulaiman dan Muhammad yang ia harapkan belum juga datang,..
Sang gadis bergumam dalam tangisnya
KARENA AKU BELUM SESOLEHAH YANG MENDAMPINGI MEREKA

#WSP_Hendi Kurniah